Selasa, 11 November 2008

Empat Ribu Anak SD Terkena Narkoba

Ditulis oleh infokito™ di/pada 15 Februari 2008

Efek Bahaya Asap Rokok Bagi Kesehatan Tubuh Manusia

Emergency mask: masker untuk bahaya kebakaran

Kita sering mendengar bahwa ada beberapa orang meninggal pada saat terjadinya kebakaran di sebuah gedung bukan karena terbakar tetapi diakibatkan oleh keracunan gas dari api yang ada.

Sebuah perusahaan di Jepang, Resecuenow, Inc. telah membuat produk yang diberi nama Emergency Mask yaitu sebuah masker yang terdidi dari 3 lapisan yang dapat melindungi manusia dari bahaya menghirup gas berbahaya.

Masker ini dapat bertahan selama 20 menit yang cukup untuk membuat seseorang untuk berlari keluar atau menunggu pertolongan dari para pemadam kebakaran.

Karena memang didesain untuk darurat, masker ini dapat dilipat dan disimpan di samping meja sehingga mudah dijanngkau untuk keadaan darurat.

Produk yang sangat berguna tetapi harganya ituloh yang mencapai Rp. 1.800.000 untuk per buahnya.



Hati-hati menggunakan HP di rumah sakit

Pemanasan Global dan Nurani Manusia



Para delegasi pemerintah dan LSM dari lebih 180 negara bertemu di Denpasar, Bali, mulai Senin (3/12) hingga 14 Desember 2007 guna membuat arah cara-cara mengurangi pemanasan global dan dampaknya. Pertemuan yang secara resmi disebut Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) itu bakal menjadi awal perjalanan panjang yang melelahkan. Bukankah tidak mudah mengakomodasi kepentingan begitu banyak negara?
Persis sebagaimana lazimnya pertemuan multilateral, para peserta datang dengan membawa kesepakatan tentang bahaya pemanasan global terhadap kehidupan umat manusia. Pemanasan global mempengaruhi perubahan iklim, pola cuaca, kehidupan hewan, virus, kesehatan manusia, mengubah suhu, serta tinggi permukaan air laut. Semuanya itu merugikan manusia baik secara ekonomi, psikologis, sosial, bahkan menimbulkan kerusuhan.
Kesepakatan itu tidak berarti para peserta setuju dengan cara-cara mengurangi pemanasan global, yang terutama disebabkan emisi carbon dioksida. Mereka sepakat atas substansi konvensi untuk membuat arah (roadmap) namun berusaha mempengaruhi supaya pembuatannya tidak mengganggu kepentingan nasional masing-masing.
Amerika Serikat, misalnya, mengaitkan dengan kepentingan nasional sebab menyetujui pengekangan emisi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi serta mengurangi kenikmatan hidup masyarakat kapitalis. AS juga minta supaya dua negara penyumbang CO2 terbesar di dunia, China dan Jepang, memperoleh perlakuan yang sama atau tidak dikategorikan sebagai negara berkembang.
Di lain pihak, negara-negara berkembang yang mempunyai hutan mendesak supaya diberi kompensasi karena hutan berjasa besar antara lain dalam menyerap CO2, memelihara hutan berarti tidak memanfaatkannya secara ekonomis dan seterusnya. Lagipula negara-negara berkembang umumnya bukan merupakan penghasil besar CO2, bila dibandingkan dengan negara-negara maju.
Tampaknya salah besar bila kita hanya melihat UNFCCC sebagai konvensi lingkungan yang bertujuan membuat arah kesepakatan bagaimana merealisasikan mitigasi, alih teknologi, mekanisme adaptasi dan pendanaan untuk pengurangan emisi belaka. Kovensi juga bukan semata mempersiapkan apa yang akan dilakukan pasca Protokol Kyoto tahun 2012.
Konvensi ini bermakna mengembalikan ketikadilan karena negara-negara majulah yang justru menjadi menjadi penghasil emisi terbesar CO2 di dunia, sekalipun secara alamiah sapi dan padi juga menghasilkan CO2. Contoh jelas adalah berapa banyak CO2 yang dihasilkan kendaraan bermotor dan pabrik?
Konvensi ini juga bermakna strategis sebab berhubungan erat dengan bagaimana mempertahankan dominasi atas perekonomian dan keamanan dunia.
Dalam konteks dominasi ini, pemerintah pada hakekatnya pembuat kebijaksanaan dan pelaksana sedangkan yang mengatur semuanya itu adalah kelompok-kelompok perusahaan besar yang biasa disebut Trans National Company (TNC) atau Multi National Company (MNC). Pemerintah seringkali tidak berdaya menghadapi korporasi itu sebab merekalah yang membiayai para partai politik atau pribadi tertentu untuk menguasai pemerintahan.
Perusahaan-perusahaan ini juga yang mengeksploitasi kekayaan alam, terutama pertambangan di negara berkembang. Melalui kolusi dengan para pejabat yang korup, perusahaan-perusahaan itu mengeruk sumber daya alam dengan mengabaikan lingkungan. Lihat dampak buruk itu tidak hanya dengan mata tetapi juga nurani!
Dengan berbagai cara, perusahaan-perusahaan itu memuluskan pelaksanaan strategi pembangunan yang salah. Strategi yang mengejar pertumbuhan ekonomi atau keuntungan sebesar-besarnya, namun mengabaikan hak-hak mayoritas rakyat. Indonesia merupakan contoh dimana hutan dan pertambangan dieksploitasi tetapi hasilnya tidak sepenuhnya bisa dirasakan rakyat.
Rakyat seharusnya memperoleh manfaat dari pajak yang dikenakan terhadap MNC/TNC serta perusahaan-perusahaan lokal, tetapi manfaat itu sangat minimal. Malahan rakyat sekarang secara langsung terkena dampak buruk seperti penyakit, banjir dan berbagai kerusakan alam lainnya.
Ironisnya, perusahaan-perusahaan tersebut sering kali tanpa perasaan mengelak dari tuduhan menjadi penyebab kerusakan lingkungan atau sumber penyebaran penyakit. Berbagai cara dilakukan supaya bisa lolos dari kenyataan. Umumnya, mereka berhasil.
Berdasarkan pengalaman, amat sulit bagi negara berkembang bila mencoba mewujudkan keadilan atau keseimbangan, amat sukar pula jika mereka mencoba mengalahkan atau mengurangi dominasi. Suatu forum multilateral akan bisa menekan negara-negara yang serakah itu, tetapi mereka masih saja mempunyai jalan keluar guna mengelak dari tanggung jawab.
Pada akhirnya mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan sepenuhnya sangat tergantung dari nurani para pembuat dan pelaksana keputusan. Sejauh mana mereka merasa menanggung amanat dan berbahagia jika rakyat menikmati hasil pembangunan.
Kita melihat para pejabat dan mitra kolusinya di negara berkembang cenderung melihat kerusakan lingkungan dari jendela gedung atau mobil mewah. Kalaupun datang ke lokasi kejadian maka lebih bersifat seremonial dan kemudian melupakannya. Mereka tidak mempunyai perasaan senasib sepenanggungan.



Tidak ada komentar: